Saturday, December 18, 2004

Urus ini Urus itu

Ada beberapa hal yang musti diurusin setelah aku tiba. Soalnya kita kan bukan turis yang dating cuma buat senang2 terus pulang. Ada dokumen dll yang harus diurus menyangkut status residen kita. Yang pertama aku melapor ke international office Harvard tentang kedatanganku. Selanjutnya membuat kartu identitas Harvard. Biarpun bukan mahasiswa, tapi dependen dapat privilese juga loh disini. Dengan kartu tersebut aku punya akses ke perpustakaan Harvard (tidak hanya di KSG) dan museum Harvard. Selain itu kartunya juga bisa jadi kartu debit. Bisa diisi dan digunakan untuk bayar laundry di Peabody terrace, makan di kantin Harvard dan juga beberapa tempat fotokopi. Sungguh nyaman deh.

Hal ketiga membuat kartu perpustakaan. Aku buat kartu di Boston dan juga di Cambridge. Perpustakaan disini sangat sangat nyaman. Bukan sekedar bisa minjam buku, vcd, dvd gratis, tapi juga bisa mendapatkan free pass masuk museum2 di Boston dan kebun binatang.

Berikutnya aku mengurus kartu kesehatan ke Cambridge Hospital. Aku tidak punya asuransi Harvard (alasan klise, kemahalan), jadi hanya punya asuransi standar yang murah. Enaknya disini, kesejahteraan bagi orang2 tak berpenghasilan cukup okeh. Karena status Ari adalah mahasiswa yang tidak berpenghasilan, maka aku eligible mendapat kartu kesehatan untuk digunakan di Cambridge Hospital dan klinik2nya. Tapi memang coverage-nya ga semualah.

#Juli#

Saturday, November 20, 2004

Kennedy School of Government Building

Suatu pagi yang ternyata sudah siang, aku jalan2 di pinggir sungai menuju kampus Ari. Sebenarnya ada banyak jalan menuju kampus Ari. Tapi yang paling gampang ya menyusuri sungai. Aku tiba dengan selamat. Kurang lebih 20 menit lamanya. Ehm, capek juga. Kampus Ari rupanya bukan gedung2 kuno seperti yang ada di gambar2. Yang kuno itu ya kampus utamanya. Gedung KSG terpisah dari kampus utama. Harvard Business School bahkan ada di Boston bukan di Cambridge walaupun sekedar sebarang sungai saja.

Karena sekolah Ari relatif baru, jadi gedungnya juga model baru. Dari luar tampak plain saja, gedung yang berwarna merah bata dan abu2. Setelah masuk, memang biasa2 saja tidak kelihatan besar, high-tech atau mewah. Malah seperti kantor. Tapi kalau diperhatikan bangunannya unik juga. Sebenarnya ada 3 gedung dengan nama berbeda, tapi ternyata jadi satu. Maksudnya supaya kalau musim dingin kita tidak perlu bersusah payah pindah gedung dan kedinginan. Jadi tak usah bongkar pasang jaket gitu. Selain itu ada 1 gedung lagi yang terpisah. Aula utamanya juga unik banget. Kelihatannya kecil, tapi kalau diperhatikan, tiap lantai (sampai lantai 4) sengaja dibuat memutari aula tersebut. Jadi kalau ada acara, bukan hanya orang dibawah di aula tersebut yang bisa hadir, tapi banyak orang yang bisa duduk di sekeliling di tiap lantai. Jadi seperti nonton opera.

Kalau tidak digunakan untuk seminar/debat, aula tersebut jadi kantin. Pokoknya semua tampak fungsional dan praktis. Kantinnya bisa dibilang mungil. Sodexo namanya. Isinya ada pizza, soup, sandwich, salad, burger, fruit platter, cookies, nuts, yoghurt, sushi, dan minuman2 standar. And I love that creamy broccoli soup! Kalau ada acara2 di kampus, ya semuanya pakai katering ini.

Di bagian yang mengarah ke sungai Charles, ada taman namanya JFK Park. Lumayan tenang loh padahal dikelilingi jalan Memorial dan jalan JFK yang ramai kendaraan. Jadi kalau lagi mau merenung boleh juga.

Simple and enough!

Juli

Thursday, November 18, 2004

Settling down

Jet lag itu benar2 kejam. Siang bagai malam dan malam bagai siang. Aku tidak bisa tidur di malam hari. Baru bisa menutup mata jam 3 atau 4. Alhasil bangun tidur jam 12 siang! Ya ampun seumur-umur belum pernah sesiang itu. Tidurnya padahal sudah cukup lama, tapi badan tidak enak. Apalagi harus langsung berhadapan dengan cuaca musim gugur yang berangin. Mata dibelai2 terus jadi maunya bobo aja. Kurang lebih ada 2 minggu aku jet lag. Lama banget ya? Kata Ari, dia tidak begitu waktu sampai di Florida (ada acara dulu disana dengan Fulbright sebelum ke Cambridge). Sebab Ari langsung punya aktivitas yang padat. Sampai di Cambridge Ari juga harus math camp. Jadi dipaksa untuk cepat menyesuaikan diri dengan waktu. Sementara aku kan tidak punya komitmen apa-apa. Jadinya ya gitu, malasnya dibawa terus selama 2 minggu. Kalau kata Markus iparku, biasanya jet lag itu lamanya begini: tiap 1 jam beda waktu sama dengan 1 hari jetlag. Jadi karena Jakarta bedanya 12 jam dengan Cambridge, maka aku bisa jetlag sampai 12 hari. Ehm, makanya aku error selama 2 minggu.

Oya, hari pertamaku (sesudah tidur nyenyak di ranjang kecil tapi empuk) berjalan-jalan keliling Harvard Square bersama Ari. Ari kan jago jadi tour guide. Aku ditunjukin semua sisi kampus tua Harvard. Dari Johnston Gate sampai Memorial Hall. Ehm jauh juga loh. Biarpun mata seperti Garfield, tapi tetap berfoto-foto. Lalu aku dapat es krim Ben & Jerry. Sebenarnya males banget makan es krim di musim gugur yang dingin juga ini. Tapi aku kalap lihat es krim yang macam2 gitu modelnya. Agak malam-an Ari mengajak aku naik bis No. 1 menuju Central Square. Ari mau kasitahu aku supermarket Shaws.

Lantas apa yang kulakukan di minggu2 awal? Sebelumnya aku tidak punya rencana harus ini itu. Yang jelas karena aku statusnya J2, maka aku ingin cari kerja. Saat aku tiba, Ari sudah sibuk kuliah, jadi tidak bisa nemenin Miss Jetlag ini terus kan. Tinggallah aku bersama peta. Yang jelas aku harus belajar area sekitar Harvard dulu. Dari petanya sih kelihatannya gampang juga. Selanjutnya aku berusaha jalan2 sendiri di sekitar Harvard. Patokannya kalau nyasar ya kudu nemuin sungai, pasti bisa deh balik ke apartment. Hehe…

Selanjutnya aku kalap dengan internet. Bayangkan, di Jakarta aku harus irit2 pakai dial up yang mahal tapi lamban. Disini hurah, tidak bayar dan 24 hours! Jadinya aku kerajingan surfing cari kerja atau kegiatan. Jadilah kerjaanku beres2 rumah (dengan malas2an), masak dan surfing tentunya!

Juli

Wednesday, November 10, 2004

Our Apartment, 2 Peabody Terrace #511

Musim gugur 2004, Boston & Cambridge MA. Ehm, cukup tenang tidak seperti hingar bingar pagi Jakarta. Pemandangan kurang terang, sedikit gloomy tapi lembut. Kurang konsentrasi melihat-lihat pemandangan karena tentunya Ari, Grace dan aku ngobrol. Rasa capek ko belum terasa. Yang ada begah banget ingin mandi. Soalnya hampir 2 hari tidak mandi.

Ternyata area Cambridge tempat tinggal kita cuma sepelemparan batu dari Boston. Tinggal sebrang sungai Charles saja. Apartment kita Peabody Terrace persis di pinggir sungai. Tapi apartment dan sungainya dipisahkan oleh jalan Memorial Drive. Tampaknya bakal menjadi tempat tinggal yang home sweet home. Semoga!

Sebelumnya sudah sedikit terbayang gedung apartment-nya. Soalnya sudah lihat gambar dari brosur waktu Ari diterima. Agak terkaget2 gitu tahu harganya. Maklum dari negera berkembang. Hehe… Habis sewa apartment 1 kamar sebulannya bisa buat sewa kos2an bagus selama setahun di Jakarta. Tapi kita cari amannya saja. Soalnya Peabody Terrace adalah apartment yang masuk bloknya Kennedy School. Maksudnya sudah ada jatah untuk mahasiswa KSG. Kalau mau apartment Harvard yang lain harus lottery dan saingannya seluruh mahasiswa baru Harvard yang banyak banget kan. Lagian harga apartment nya ya rata2 seperti itu. Kita belum berani cari apartment di luar Harvard. Takutnya ada masalah dengan owner dll. Kalau apartment kampus kan biasanya terima beres, artinya listrik, pemanas, perawatan, internet sudah diurusi.

Dari luar tampak oke dengan dominasi warna hijau, marun dan putih. Karena Ari tinggal duluan, Ari sudah cerita soal kekurangan apartment kita yang mahal ini. Kita tinggal di lantai 5 dengan lift yang hanya ada 2. Suatu ketika, kata Ari, pernah lift-nya macet. Padahal yang paling tinggi ada lantai 26. Bayangkan, turun tangga segitu banyak. Masih untung Ari di lantai 5. Belum lagi Ari cerita betapa minimnya lampu yang ada di dalam apartment.

Oya, lift tidak berhenti di setiap lantai (ada kaitan dengan harga tentunya!). lift berhenti di lantai 4 dan 6, tapi tidak di 5. Jadi koperku yang gendut2 itu harus digotong. Pekerjaan yang lumayan ya. Kalau tidak mengerti konsep arsitekturnya pasti bawaannya mau nyela apartment ini. Soalnya temboknya seperti tidak mulus ada yang bolong2, sengaja diperlihatkan seperti model di pabrik2 gitu. Katanya, gedung ini memang dibangun tahun 70-an dengan konsep industrial.

Ketika masuk, ya ampun memang kecil apartment ini. Sebenarnya sih sudah tahu, tapi ketika berhadapan sendiri tetap saja kaget. Masuk pintu berwarna hijau, disambut tempat sepatu dan kiri dikit pintu toilet. Kiri banget dapur yang jadi satu dengan ruang tv dan sebelah kanan kamar tidur. Itu thok. Oiya, ada balkon yang dipisahkan dari ruang tv dengan pintu kaca. Secara peraturan gedung, balkon itu sebenarnya jadi jalan darurat. Dipisahkan dari tetangga dengan connecting door dan kita tidak boleh meletakkan barang disana karena bisa menghalangi jalan. Tapi pada praktiknya banyak juga yang nakal. Ada yang meletakkan kursi malas, sepeda, jemuran etc. Kalau Ari meletakkan kardus2 bekas disitu.

Apartment-nya juga agak berantakan walaupun Ari sudah berusaha keras merapikannya. Hehe… Furnitur/perlengkapan yang sudah disediakan apartment yaitu kompor listrik plus oven, kulkas, banyak lemari di ruang tv, lemari baju serta meja belajar kecil di kamar tepat di jendela. Ehm posisi yang lumayan enak, bisa melamun kalau lagi di depan laptop. Barang2 yang sudah Ari beli ada tempat tidur, lampu, kursi kecil, meja dan rak pendek buat telepon. Jadi kamarnya sudah cukup nyaman. Tapi ruang tv kurang nih. Soalnya baru ada lampu, lemari buku, meja, kursi dan lampu belajar, 1 kursi duduk, rak tv dan microwave. Oya tentu beserta peralatan dapur dari panci, baskom, sodet, pisau, piring, gelas, talenan, sendok garpu, lap, tempat sampah, blender, coffee maker, rice cooker etc dan perlengkapan kamar mandi. Ternyata Ari pintar deh, beli pritil2nya lengkap juga. Nah kurang nyaman karena kurang satu hal, belum ada sofa buat nonton tv. Masa duduk di lantai atau di kursi kayu yang tidak empuk.

Anyway, glad to be here. Ketemu suamiku tersayang is most wanted!

Juli

Sunday, November 07, 2004

Ari and Cambridge, here I come!

Logan International Airport di pagi hari tanggal 5 November 2004. Lelah sekali setelah perjalanan sepanjang jalan tiada henti tiada ujung. Tati ga punya problem dengan tidur. Kalau aku susah tidur dengan posisi duduk begini. Biarpun sudah ikuti cara Tati, tetap saja uring-uringan. Mau tahu cara Tati? Minum wine secukupnya (atau sebanyak-banyaknya, hehe), tunggulah beberapa saat lagi anda akan tertidur pulas.

Anyway, it was tiring but fun. With Tati by my side. Kita baru kenal sejak urusan amerika2 ini, tapi cepat banget akrabnya. Dari Tati aku dapat ilmu spontanitas dan mostly enjoy the life and food to the fullest! Hehe… kalau kata Tati sih, dia belajar lebih organize dari aku. Pokoknya Tati banyak nurut deh sama apa kataku. Bahkan kadang lebih nurut sama aku daripada sama suaminya. Haha….

China Airlines was not so bad. Makanannya enak-enak aja tuh. Pramugarinya juga baik-baik. Tapi ya itu, banyak transitnya yang bikin capek. Ada untungnya juga sih, bisa olahraga jalan-jalan di airport. Bisa ngaso-ngaso di toilet yang jelas jauh lebih besar dari toilet pesawat.

Los Angeles International Airport adalah tempat perpisahan aku dengan Tati. Sedih tentunya. Karena kami ga tau kapan bertemu lagi. Mungkin di sebuah liburan yang menyenangkan. Tugas berat menanti (beneran berat!) soalnya kita harus ngangkat koper kita yang segede-gedenya itu keluar dari terminal internasional menuju domestik. Untung berdua, jadi saling bisa bawain. Sudah gitu banyak anjing herder lagi cium-cium. Huuu takut. Tapi ternyata ya di Amerika ada porter juga ya. Aku pikir cuma di Indonesia aja.Bye-bye Tati, have a pleasant flight to NYC and meet your silly Sahalio! Miss you.

Sekarang saatnya naik penerbangan domestik US. Aku naik Delta Airlines menuju Boston. Deg-degan gitu deh. Soalnya bawaanku yang masuk kabin juga berat. Pokonya ga mau rugi, semua kg harus tercapai sampai sekoma-komanya. Untungnya karena bule-bule suka dibilang gentlemen, jadi koper aku yang kecil tapi berat itu diangkut oleh si bule. Lagian tinggi juga ya, kayaknya lebih tinggi dari pesawat Indonesia. Hawa domestik terasa sudah. Dengan pramugari berumur yang tegas-tegas, aku cuma dapet air mineral sama pretzel (yang ga enak itu).

Deg-degan nya juga karena mau bertemu Ari. Halah….hehe… iya bener, soalnya sudah hamper 3 bulan tidak ketemu. Jadi kangen dan ga tau mau bilang apa. Come on, kayak orang baru pacaran aja. Begitulah….

Ketika sampai, aku takut juga kalau Ari belum jemput. Soalnya nih, aku bingung itu koper gede2 mau dikemanain kalau ga ada yang bantuin. Logan International Airport. Jauh lebih kecil dan senyap dibanding LAX. Iyalah, kan aku tiba pagi-pagi gitu. Eh ternyata tidak perlu bingung dan takut, ternyata Ari sudah ada di depan mata, siap bawa trolley segala. Hehe…. Bagus deh soalnya aku kan tidak punya koin US. Ari jemput aku sama Grace. Grace ini teman SMP & SMA Sanur. Jadi advisorku sebelum berangkat. Tempat aku bertanya-tanya tentang bagaimana cuaca disana dan apa yang harus kubawa. Grace baik banget deh pokonya. Thank you Grace!

Juli

Monday, October 18, 2004

Make a list, please. (The journey starts)

5 November 2004. Adalah hari keberangkatanku ke Cambridge, USA. Hari yang aku nantikan dengan beragam perasaan. Dinantikan sekali, senang banget, tapi juga takut. Hidupku di pertengahan 2004 bagai rollercoaster. Aku masih harus menyelesaikan tugas akhir kuliah paskasarjana di bulan Agustus dan harus lulus. Kalau tidak bagaimana aku bisa tenang menyusul Ari ke USA. Jalan menuju lulus berliku juga. Setelah gonta ganti topik dan akhirnya menemukan topik yang pas, ternyata masih banyak kesulitan yang datang. Ehm cukup diingat jadi nostalgia saja, jangan sampai terulang. Well, pada akhirnya aku memang bisa menyelesaikannya dengan nilai baik dan diwisuda di bulan September (tanpa suami yang hadir mendampingi, hik hik…).

Lalu bagaimana dengan persiapan keberangkatan? Saking girangnya karena akan tinggal di tempat baru, malah jadi bingung apa saja yang harus dipersiapkan. Ok ok, make a list, please! Pertama, yang jelas penting adalah urusan dokumen-dokumen untuk mendapatkan visa. Beruntung sekali, sebagai istri penerima Fulbright Scholarship, aku masih dibantu dalam proses mendapatkan visa. Yang juga membuat aku senang, aku tidak sendirian dalam penerbangan yang hampir 30 jam. Aku berangkat bersama Tati. Sahal suami Tati juga sudah ada di New York City sejak Agustus.

Sempat ada panic attack karena dokumen penting untuk visa yang dikirim Ari tidak sampai-sampai juga. Mengutuklah aku pada PT Pos. Sampai-sampai Ari harus mengirim lagi via ekspres. Selanjutnya mengisi dokumen untuk visa harus teliti dan berulang-ulang diperiksa. Membuat foto untuk visa juga harus tepat, jangan sampai harus difoto ulang. Selain itu harus mempersiapkan diri untuk wawancara di kedutaan, seperti menebak-nebak apa isi wawancaranya. Aku belum pernah ke USA dan terlalu banyak cerita-cerita sedih susahnya dapat visa bukan...


Hal kedua adalah urusan mencari tiket. Nah yang ini seperti berburu hantu. Musti rajin telpon berbagai biro travel, musti bawel tanya berbagai airline dan berbagai alternatif tanggal, musti siap line teleponnya disambung sana sini, musti sabar menghadapi mbak atau mas yang kurang ramah. Ya, semua demi mendapatkan tiket murah tentunya. Ketika akhirnya ditemukan tiket yang paling murah, ternyata ada hal lain yang sebelumnya tidak terpikirkan. Masalah keribetan membayar dalam US dollar. Ampun ampun negeriku penyembah dollar licin. Uang dollar yang aku punya hampir sebagian besar ditolak karena inilah dan itulah. Setelah tukar sana sini lewat nepotisme, akhirnya kugenggam juga tiket one way, destination Logan Airport Boston, dengan itinerary yang panjang banget karena stop sana stop sini.

Rencananya kami akan tinggal di Cambridge hingga pertengahan 2006. Jangka waktu 2 tahun bisa dibilang singkat, bisa panjang juga. Jadi hal ketiga yang harus dipikirkan adalah mengurusi banyak hal menyangkut properti. Tidak banyak sih (apalagi semakin berkurang karena dipakai untuk tambahan biaya di USA), tapi biar bagaimanapun juga harus diurus kan. Rumah yang kami tempati adalah pinjaman dari orang tua. Barang-barangnya seperti furnitur, elektronik dll sudah banyak. Kami tidak bisa membuang atau menjualnya begitu saja, karena 2 tahun lagi kami akan balik dan membutuhkan barang-barang tersebut kembali. Jadi aku berusaha mencari orang yang mau mengisi rumahku, beserta isinya. Walaupun kami meninggalkan rumah beserta isinya, tapi tetap saja banyak barang pribadi yang harus dibereskan dan dititipkan di rumah orang tua. Kalau begini, baru sadar deh bahwa ternyata barang kita banyak banget. Padahal rumahnya kecil mungil! Lah tapi jadinya juga ada kesempatan mengumpulkan barang-barang yang ternyata sudah tidak kita butuhkan tapi masih bisa disalurkan untuk orang lain yang memerlukannya. Urusan rumah ini agak tricky juga. Setelah dapat penyewa, aku harus membuat daftar-daftar seperti misalnya cara pakai mesin cuci, tanggal-tanggal bayar tagihan macam-macam, mengenalkan si penyewa dengan tetangga dekat dan ketua RT. Pritil-pritil tapi jangan sampai kelupaan daripada ada masalah di kemudian hari.

Selanjutnya properti sektor perbankan. Hayo diselesaikan supaya efisien. Masing-masing dari kami memiliki lebih dari satu bank tabungan. Oleh karena itu kami harus menutup atau menguras isinya supaya masing-masing punya 1 tabungan saja. Tabungan tersebut akan dititipkan ke orang tua aku maupun Ari. Sebab bagaimanapun juga ada transaksi-transaksi yang terjadi selama kami tidak di Jakarta. Seperti misalnya pembayaran asuransi, pemasukan honor Ari menulis di koran atau hal-hal insidentil seperti angpaw pernikahan dan uang duka.

Selanjutnya hal keempat adalah urusan putus memutus langganan. Telepon seluler, internet, koran majalah, fitness centre. Telepon genggamnya perlu dijual atau dikasih saja ke saudara atau sekalian dibawa ke US nih?

Lalu lalu sekarang pikirkan apa yang akan aku bawa ke USA? Nah untuk hal yang kelima ini perlu tanya banyak orang supaya tidak kecele. Yang bisa jadi sumber berita adalah orang yang benar-benar pernah atau tinggal di daerah yang kita tuju. Urusan pakaian dan perlengkapannya tentu jadi penting di negara 4 musim. Tapi seberapa perlu beli ini itu, maka tanyalah pada yang lebih tahu. Kalau punya banyak uang sih, ga perlu repot mikir.

Pergi meninggalkan kota Jakarta yang kutinggali selama kurang lebih 27 tahun (2 tahun pertama hidupku di Jayapura) membuat aku senang sekali. Akhirnya oh akhirnya aku bisa juga pergi untuk waktu yang lama menghindari kemacetan dan kejahatan polusi Jakarta. Tapi biar bagaimanapun juga jeleknya Jakarta, tapi aku punya banyak teman dan keluarga disini. Friends and family are priceless, isn’t it? Jadi hal keenam yang harus diingat adalah pamit sana sini. Dengan grup ini grup itu. Mengatur jadwal supaya semua pada bisa. Makan-makan terus deh. Aku sangat suka bagian ini (bukan makan-makannya maksudnya, tapi acara pamitannya itu). Menjaga tali kebersamaan penting, sehingga walau kita sibuk urus sana sini harus ingat acara pamitan.

Hi Ari @ Cambridge, I’ll be there soon!

Juli

Friday, January 02, 2004