Monday, October 18, 2004

Make a list, please. (The journey starts)

5 November 2004. Adalah hari keberangkatanku ke Cambridge, USA. Hari yang aku nantikan dengan beragam perasaan. Dinantikan sekali, senang banget, tapi juga takut. Hidupku di pertengahan 2004 bagai rollercoaster. Aku masih harus menyelesaikan tugas akhir kuliah paskasarjana di bulan Agustus dan harus lulus. Kalau tidak bagaimana aku bisa tenang menyusul Ari ke USA. Jalan menuju lulus berliku juga. Setelah gonta ganti topik dan akhirnya menemukan topik yang pas, ternyata masih banyak kesulitan yang datang. Ehm cukup diingat jadi nostalgia saja, jangan sampai terulang. Well, pada akhirnya aku memang bisa menyelesaikannya dengan nilai baik dan diwisuda di bulan September (tanpa suami yang hadir mendampingi, hik hik…).

Lalu bagaimana dengan persiapan keberangkatan? Saking girangnya karena akan tinggal di tempat baru, malah jadi bingung apa saja yang harus dipersiapkan. Ok ok, make a list, please! Pertama, yang jelas penting adalah urusan dokumen-dokumen untuk mendapatkan visa. Beruntung sekali, sebagai istri penerima Fulbright Scholarship, aku masih dibantu dalam proses mendapatkan visa. Yang juga membuat aku senang, aku tidak sendirian dalam penerbangan yang hampir 30 jam. Aku berangkat bersama Tati. Sahal suami Tati juga sudah ada di New York City sejak Agustus.

Sempat ada panic attack karena dokumen penting untuk visa yang dikirim Ari tidak sampai-sampai juga. Mengutuklah aku pada PT Pos. Sampai-sampai Ari harus mengirim lagi via ekspres. Selanjutnya mengisi dokumen untuk visa harus teliti dan berulang-ulang diperiksa. Membuat foto untuk visa juga harus tepat, jangan sampai harus difoto ulang. Selain itu harus mempersiapkan diri untuk wawancara di kedutaan, seperti menebak-nebak apa isi wawancaranya. Aku belum pernah ke USA dan terlalu banyak cerita-cerita sedih susahnya dapat visa bukan...


Hal kedua adalah urusan mencari tiket. Nah yang ini seperti berburu hantu. Musti rajin telpon berbagai biro travel, musti bawel tanya berbagai airline dan berbagai alternatif tanggal, musti siap line teleponnya disambung sana sini, musti sabar menghadapi mbak atau mas yang kurang ramah. Ya, semua demi mendapatkan tiket murah tentunya. Ketika akhirnya ditemukan tiket yang paling murah, ternyata ada hal lain yang sebelumnya tidak terpikirkan. Masalah keribetan membayar dalam US dollar. Ampun ampun negeriku penyembah dollar licin. Uang dollar yang aku punya hampir sebagian besar ditolak karena inilah dan itulah. Setelah tukar sana sini lewat nepotisme, akhirnya kugenggam juga tiket one way, destination Logan Airport Boston, dengan itinerary yang panjang banget karena stop sana stop sini.

Rencananya kami akan tinggal di Cambridge hingga pertengahan 2006. Jangka waktu 2 tahun bisa dibilang singkat, bisa panjang juga. Jadi hal ketiga yang harus dipikirkan adalah mengurusi banyak hal menyangkut properti. Tidak banyak sih (apalagi semakin berkurang karena dipakai untuk tambahan biaya di USA), tapi biar bagaimanapun juga harus diurus kan. Rumah yang kami tempati adalah pinjaman dari orang tua. Barang-barangnya seperti furnitur, elektronik dll sudah banyak. Kami tidak bisa membuang atau menjualnya begitu saja, karena 2 tahun lagi kami akan balik dan membutuhkan barang-barang tersebut kembali. Jadi aku berusaha mencari orang yang mau mengisi rumahku, beserta isinya. Walaupun kami meninggalkan rumah beserta isinya, tapi tetap saja banyak barang pribadi yang harus dibereskan dan dititipkan di rumah orang tua. Kalau begini, baru sadar deh bahwa ternyata barang kita banyak banget. Padahal rumahnya kecil mungil! Lah tapi jadinya juga ada kesempatan mengumpulkan barang-barang yang ternyata sudah tidak kita butuhkan tapi masih bisa disalurkan untuk orang lain yang memerlukannya. Urusan rumah ini agak tricky juga. Setelah dapat penyewa, aku harus membuat daftar-daftar seperti misalnya cara pakai mesin cuci, tanggal-tanggal bayar tagihan macam-macam, mengenalkan si penyewa dengan tetangga dekat dan ketua RT. Pritil-pritil tapi jangan sampai kelupaan daripada ada masalah di kemudian hari.

Selanjutnya properti sektor perbankan. Hayo diselesaikan supaya efisien. Masing-masing dari kami memiliki lebih dari satu bank tabungan. Oleh karena itu kami harus menutup atau menguras isinya supaya masing-masing punya 1 tabungan saja. Tabungan tersebut akan dititipkan ke orang tua aku maupun Ari. Sebab bagaimanapun juga ada transaksi-transaksi yang terjadi selama kami tidak di Jakarta. Seperti misalnya pembayaran asuransi, pemasukan honor Ari menulis di koran atau hal-hal insidentil seperti angpaw pernikahan dan uang duka.

Selanjutnya hal keempat adalah urusan putus memutus langganan. Telepon seluler, internet, koran majalah, fitness centre. Telepon genggamnya perlu dijual atau dikasih saja ke saudara atau sekalian dibawa ke US nih?

Lalu lalu sekarang pikirkan apa yang akan aku bawa ke USA? Nah untuk hal yang kelima ini perlu tanya banyak orang supaya tidak kecele. Yang bisa jadi sumber berita adalah orang yang benar-benar pernah atau tinggal di daerah yang kita tuju. Urusan pakaian dan perlengkapannya tentu jadi penting di negara 4 musim. Tapi seberapa perlu beli ini itu, maka tanyalah pada yang lebih tahu. Kalau punya banyak uang sih, ga perlu repot mikir.

Pergi meninggalkan kota Jakarta yang kutinggali selama kurang lebih 27 tahun (2 tahun pertama hidupku di Jayapura) membuat aku senang sekali. Akhirnya oh akhirnya aku bisa juga pergi untuk waktu yang lama menghindari kemacetan dan kejahatan polusi Jakarta. Tapi biar bagaimanapun juga jeleknya Jakarta, tapi aku punya banyak teman dan keluarga disini. Friends and family are priceless, isn’t it? Jadi hal keenam yang harus diingat adalah pamit sana sini. Dengan grup ini grup itu. Mengatur jadwal supaya semua pada bisa. Makan-makan terus deh. Aku sangat suka bagian ini (bukan makan-makannya maksudnya, tapi acara pamitannya itu). Menjaga tali kebersamaan penting, sehingga walau kita sibuk urus sana sini harus ingat acara pamitan.

Hi Ari @ Cambridge, I’ll be there soon!

Juli